Selasa, 24 November 2009

Natural Beauty - Inner Beauty


NATURAL BEAUTY INNER BEAUTY
Manajemen Diri Meraih Kecantikan Sejati dari Khazanah Tradisional
Ashad Kusuma Djaya
Penerbit : Kreasi wacana, 2007, Yogyakarta.

Baru saja Indonesia mempunyai Putri yang baru. Ya, Qory Sandioriva terpilih menjadi Putri Indonesia 2009. Gadis cantik asal Aceh yang berumur 18 tahun ini memang berhak mendapatkan gelar prestisius itu mengingat semua kelebihan yang melekat pada dirinya.
Ajang bergengsi ini tentu saja tidak sembarangan memilih seorang pemenang sebagai Putri Indonesia. Parameter yang digunakan pun sangatlah kompleks dan terangkum dalam 3B yakni Beauty, Brain and Behaviour.
Contoh momentum seperti di atas menjadi salah satu bahasan menarik seputar kecantikan yang dimiliki oleh seorang hawa. Dari masa ke masa pembahasan seperti ini selalu saja menarik dan penuh dengan dinamika.
Buku Natural Beauty Inner Beauty karangan Ashad ini menjadi salah satu media pembahasan yang mengupas mengenai seluk beluk kecantikan yang dimiliki seorang wanita. Sudut pandang yang disajikan pun sangat peka yakni mengusung idealisme tradisional. Terkadang sudut pandang ini diracik sedemikian rupa sehingga terkesan religius serta serasi dengan latar belakang etika di dalam masyarakat Indonesia.
Kecantikan sejati menurut buku ini adalah kecantikan yang lahir dari pemahaman yang benar tentang kekuatan Tuhan yang berada dalam segenap ufuk alam (natural power) dan di dalam diri manusia sendiri (inner power). Berangkat dari definisi ini maka kita dapat menafsirkan bahwa kecantikan adalah kekuatan bagi seorang wanita.
Wanita dapat berperan menjadi makhluk yang mempesona dan atau mengerikan dengan kekuatannya tersebut. Kita mungkin masih teringat ketika Ann Darrow (Naomi Watts) mampu menjadikan Kong tergila-gila padanya, sehingga makhluk super buas itu menyusulnya ke New York dan tewas demi dirinya. Romantis memang. Meski fiksi, namun film itu memberikan refleksi tentang kekuatan pada diri seorang wanita.
Apabila kekuatan diartikan sebagai kecantikan, maka kecantikan alamiah pun dapat dipahami sebgai kekuatan alamiah. Sangat menarik sekali, karena dalam buku ini dijelaskan bahwa kecantikan alamiah (natural beauty) sesungguhnya adalah kecantikan yang mengambil energi kekuatan Tuhan yang berada di luar diri manusia. Sedangkan kecantikan diri (inner beauty) merupakan kecantikan yang memanfaatkan energi kekuatan Tuhan yang berada di dalam diri manusia.
Kebudayaan jawa menjadi salah satu kebudayaan yang mengangkat citra perempuan secara universal, sehingga kebudayaan lain dapat menerima segenap penafsirannya mengenai citra seorang wanita.
Salah satu istilah dalam budaya jawa adalah “Panyandra wanita”, istilah jawa yang dipakai untuk memahami karakter cantik seorang wanita. Panyandra tersebut antara lain adalah penyebutan kata “ayu” mewakili keserasian rupa perempuan berkulit kuning putih / kuning. Kata “manis” berkaitan dengan warna kulit yang cokelat kehitam-kehitaman. “luwes” bermakna pandai menyesuaikan keadaan.
Kebudayan lain juga banyak memberikan citra terhormat bagi wanita. Secara keseluruhan dapat dikaji bahwa kebudayan-kebudayaan tersebut adalah kearifan lokal yang mampu memberikan arahan kultural, agar kekuatan dapat tersalurkan dengan tepat.
Arahan kultural belumlah cukup tanpa manajemen diri untuk tampil cantik. Manajemen diri ini memiliki beberapa cakupan yakni :
1. Keselarasan dalam diri yakni tubuh dengan jiwa
2. Keselarasan antara diri dengan alam.
Keselarasan pada dasarnya adalah manajemen hubungan mutualisme antara satu aspek dengan aspek yang lain. Dengan adanya keselarasan maka beberapa aspek akan saling melengkapi sehingga terjadilah proses kecantikan sejati.
Keselarasan antara tubuh dengan jiwa dalam diri manusia berkorelasi kepada posisi manusia sebagai makhluk individu dan manusia sebagai makhluk sosial. Keselarasan diri sebagai makhluk individu dapat dirumuskan antara lain :
1. Berpikiran positif
2. Bergaya hidup bersih dan indah
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Memiliki motif sosial yang baik (tidak egois) dan selalu mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
Keselarasan diri dalam hubungannya manusia sebagai makhluk sosial, mengandung makna bahwa manusia harus menjalankan tanggung jawab sosialnya. Tanggung jawab sosial merupakan efek dari hubungan antara pribadi yang sama maupun berbeda. Namun efek ini akan semakin terasa saat hubungan tersebut berbeda. Kejujuran, tepat janji dan kepercayaan menjadi kunci dalam membentuk dan memelihara rasa tanggung jawab sosial ini.

Keselarasan antara diri dengan alam. Kata alam inilah yang diidentikan dengan khazanah tradisional. Unsur-unsur pembentuk natural beauty dari alam antara lain api, air, tanah dan udara. Keempat unsur ini memiliki keistimewaan masing-masing. Misalnya tanah menyediakan unsur hara serta tempat untuk tumbuh tanaman seperti sayuran, buah-buahan yang bermanfaat untuk membangun kecantikan alamiah.
Sebagai implementasi nyata adalah segala tindakan kita untuk membiasakan diri melakukan gaya hidup sehat (organic life style). Seperti halnya back to nature, minum air yang tepat kuantitasnya per hari, berjemur di bawah sinar matahari hingga kepada penyeimbangan hubungan vertikal dan horizontal

Cultural Studies


Judul Buku: Cultural Studies: Teori dan Praktek
Penulis: Chris Barker
Penerbit: Kreasi Wacana, Yogyakarta, Cetakan I, Oktober 2004
Tebal: xxvi + 466 halaman
Edisi 7 Tahun Ke III / April 2005


Cultural studies merupakan suatu teori yang dibagun oleh pemikir yang memandang produksi pengetahuan teoritis sebagai praktik politik. Cultural Studies bukan sebuah perbincangan suatu mahzab atau keilmuan tertentu, ia interdisipliner, multidisipliner, bahkan postdisilpiner. Cultural Studies menyerap banyak disiplin keilmuan yang sudah ada dan kemudian mensintesakannya. Secara konsisten cultural studies focus pada isu kekuasaan, politik dan kebutuhan akan perubahan sosial.

Dalam penggunaan metode dari karya karya Cultural Studies, terpusat pada tiga macam pendekatan, yaitu : etnografi, pendekatan tekstual, dan studi resepsi. Etnografi merupakan pendektan empiris dan teoritis yang diwarisi dari antropologi yang berusaha membuat deskripsi terperinci dan analisis kebudayaan yang didasarkan atas kerja lapangan secara intensif. Cultural Studies etnografis terpusat pada eksploitasi kuaitatif tentang nilai dan makna dalam konteks cara hidup, yaitu pertanyaan tentang kebudayaan, dunia-kehidupan dan identitas.
Pendekatan tekstual, terdapat tiga cara analisis dalam Cultural Studies, yaitu : semiotika, teori narasi, dekonstruksionisme. Semiotika mengeksplorasi bagaimana makna yang terbangun oleh teks telah diperoleh melalui penataan tanda dengan cara tertentu dan melalui penggunaan kode kode budaya, analisis tersebut banyak mengambil dari ideologi, atau mitos teks.
Narasi adalah penjelasan yang tertata urut yang mengklaim sebagai rekaman peristiwa. Narasi merupakan bentuk tertstruktur dimana kisah membuat penjelasan tentang bagaimana dunia ini. Dekonstruksionisme diasosiasikan sebagai pelucutan yang dilakukan Derrida atas oposisi biner dalam filsafat barat, mendekonstruksi berarti ambil bagian, melucuti, untuk menemukan dan menampilkan asumsi suatu teks. Tujuan dekonstruksi bukan hanya membalik urutan oposisi biner tersebut, melainkan juga menunjukkan bahwa mereka saling berimplikasi. Dekonstruksi berusaha menampakkan titik titik kosong teks, asumsi yang tak dikenal yang melandasi operasi mereka.

Studi resepsi/studi konsumsi, menyatakan bahwa apapun yang dilakukan analisis makna tekstual sebagai kritik masih jauh dari kepastian tentang makna yang teridentifikasi yang akan diaktifkan oleh pembaca/audien/konsumen, maksudnya bahwa auien merupakan pencipta aktif makna dalam kaitannya dengan teks.
Ketika berbicara tentang budaya pop, Mahzab Franfurt memandang budaya pop atau budaya massa adalah tidak autentik, manipulatif dan tidak memuaskan. Manipulatif karena tujuan utamanya adalah agar dibeli dan tidak memuaskan karena selain mudah di konsumsi ia pun tidak mensyaratkan terlalu banyak kerja dan gagal memperkaya konsumen. Lain halnya dengan Cultural studies, memandang bahwa audiens aktif, meski produksi budaya pop ada di tangan perusahaan kapitalis transnasional, makna selalu diproduksi, diubah dan diatur pada level; konsumsi oleh orang yang merupakan produsen aktif makna. Sehingga Cultural studies berasumsi bahwa tidak perlu meratapi dan beromantisme dengan budaya tradisional.
***